Sabtu, 14 November 2015

Apakah Dana Alokas Umum (DAU) ke Daerah-daerah di Sesuaikan dengan Kebutuhan Daerah Setiap tahun

Pada saat ini tidak diketahui persis, apakah porsi DAU dalam APBN (yaitu minimum  25% dari total penerimaan domestik) dapat dianggap cukup untuk membiayai fungsi-fungsi yang diberikan kepada daerah. Yang pasti, jumlah total DAU yang ada sekarang sesungguhnya merupakan produk “negosiasi” antara pemerintah (dalam hal ini Menteri Keuangan) dengan DPR. Artinya, angka total tersebut merupakan “kompromi” politik ketimbang hasil perhitungan obyektif terhadap kebutuhan yang mungkin muncul. Dari jumlah total itu, sebanyak 10% dialokasikan untuk pemerintah propinsi, dan 90% sisanya dialokasikan kepada pemerintah kabupaten dan kota.
Pertanyaan lain yang relevan dengan isu ini adalah berkaitan dengan kemungkinan terjadinya pemekaran dan penciutan wilayah. Penciutan wilayah akan menyebabkan jumlah total untuk DAU bisa menjadi terlalu besar, sementara pemekaran wilayah akan menambah secara drastis jumlah total dana DAU - karena beban fungsi dasar yang harus disediakan. Dalam kasus terakhir, angka total 25% terhadap total penerimaan domestik menjadi tidak terlalu memadai.
Metode pembagian dana alokasi umum (DAU) yang dikembangkan,  memasukkan faktor potensi dan kebutuhan daerah secara bersama-sama atau dalam satu persamaan dengan pertimbangan bahwa transfer dana dari pusat ke daerah tidak dapat disederhanakan dengan hanya mencari selisih antara potensi daerah dan kebutuhan daerah.
Dengan memasukkan potensi dan kebutuhan daerah dalam satu persamaan maka aturan yang berlaku adalah daerah yang sudah mempunyai potensi ekonomi tinggi akan menerima kompensasi dalam jumlah yang kecil dan sebaliknya untuk yang berpotensi rendah akan menerima kompensasi dalam jumlah yang besar. Sedangkan untuk daerah yang tingkat kebutuhannya tinggi akan menerima kompensasi yang besar dan yang tingkat kebutuhannya rendah akan menerima kompensasi yang kecil.
Prinsip mendasar yang pertama adalah prinsip kecukupan. Sebagai suatu bentuk penerimaan, sistem DAU harus memberikan sejumlah dana yang cukup kepada daerah. Dalam hal ini, perkataan cukup harus diartikan dalam kaitannya dengan beban fungsi. Sebagaimana diketahui, beban finansial dalam menjalankan fungsi tidaklah statis, melainkan cenderung meningkat karena satu atau berbagai faktor. Oleh karena itulah maka penerimaan pun seharusnya naik sehingga pemerintah daerah mampu membiayai beban anggarannya. Bila alokasi DAU mampu berespon terhadap kenaikan beban anggaran yang relevan, maka sistem DAU dikatakan memenuhi prinsip kecukupan.
Pertanyaan terpenting yang berkaitan dengan isu pemerataan ini adalah: apa yang ingin diratakan lewat instrumen DAU? Umumnya orang berpendapat DAU harus bertujuan untuk meratakan pendapatan antar daerah (entah dalam pengertian nominal ataupun dalam pengertian perkapita). Walaupun ini adalah tujuan yang menarik, namun secara konseptual dan praktis tujuan tersebut bukanlah tujuan yang secara langsung dapat dicapai oleh instrumen DAU, tujuan pemerataan pendapatan antar daerah hanya baik untuk dipakai sebagai referensi ideal (atau, tujuan pemerataan yang sifatnya primer) tapi bukan tujuan yang bisa dicapai secara fungsional. Karena bila transfer DAU ditujukan langsung untuk menyamakan pendapatan perkapita, maka implikasinya adalah bahwa desain transfer DAU harus mengacu pada perbedaan dalam tingkat pendapatan antar daerah. Maksudnya, daerah yang berpendapatan tinggi harus diberikan sedikit dana sementara daerah yang berpendapatan rendah harus diberikan dana yang lebih besar. Tapi bila ini yang dilakukan maka itu berarti pemerintah pusat mem-penalti daerah yang berpendapatan tinggi dan memberi insentif agar daerah tetap “tertinggal”. Struktur insentif seperti ini memiliki dampak negatif terhadap stimulasi pembangunan daerah. Sehingga, alokasiyang ditujukan langsung untuk memeratakan pendapatan perkapita akan berpotensi mempenalti daerah-daerah yang telah berupaya keras untuk meningkatkan PAD-nya.
Berkaitan dengan konsep ini, ada dua elemen yang perlu dipertimbangkan. Pertama, biaya penyediaan jasa layanan/biaya pembangunan infrastruktur bervariasi antar daerah. Suatu daerah mungkin memerlukan sejumlah anggaran yang lebih besar untuk membangun infrastruktur yang berkualitas sama atau untuk menyediakan jasa layanan yang sifatnya standar. Hal ini bisa terjadi karena volume pelayanan yang harus disediakan besar (misalnya jumlah penduduknya besar atau jumlah anak usia sekolah besar), atau karena biaya konstruksi infrastruktur dan biaya transportasi lebih besar karena faktor luas wilayah dan kondisi wilayah, atau karena densitas penduduk sangat kecil (penduduk terpencar dalam wilayah luas). Kedua, sumberdaya keuangan pemerintah daerah pun bervariasi antar daerah. Bila yang diinginkan adalah variasi beban perpajakan yang tidak besar (lihat paragraf dalam Pendahuluan), maka tarif pajak dan retribusi harus kurang lebih sama. Bila itu harus terjadi maka suatu daerah mungkin memperoleh PAD yang kecil karena jumlah perkantoran, pabrik, dan aktivitas ekonomi masyarakat (atau dikenal dengan istilah basis pajak) didalam wilayah tersebut relative kecil.

Untuk mencapai tujuan pemerataan sebagaimana dimaksud dalam UU No.25/1999 maka alokasi DAU harus memasukkan kedua faktor ini dalam perhitungannya. Tanpa perlakuan yang eksplisit terhadap kedua faktor ini maka keleluasaan (diskresi) yang diberikan kepada daerah dalam penggunaan DAU akan kehilangan makna. Sebab, bila suatu daerah memiliki tingkat kebutuhan yang besar sementara potensi ekonominya kecil, daerah tersebut akan terpaksa menaikkan tarif pajak untuk mencapai standar jasa layanan yang sama dengan daerah lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar