Kamis, 14 November 2013

ETIKA ADMINISTRASI NEGARA


a.      Pengertian moral dan moralitas
1.    Moral secara etimologi diartikan: a) Keseluruhan kaidah-kaidah kesusilaan dan kebiasaan yang berlaku pada kelompok tertentu, b) Ajaran kesusilaan, dengan kata lain ajaran tentang azas dan kaidah kesusilaan yang dipelajari secara sistimatika dalam etika. Dalam bahasa Yunani disebut “etos” menjadi istilah yang berarti norma, aturan-aturan yang menyangkut persoalan baik dan buruk dalam hubungannya dengan tindakan manusia itu sendiri, unsur kepribadian dan motif, maksud dan watak manusia. kemudian “etika” yang berarti kesusilaan yang memantulkan bagaimana sebenarnya tindakan hidup dalam masyarakat, apa yang baik dan yang buruk.

2.    Moralitas berasal dari kata dasar “moral” berasal dari kata “mos” yang berarti kebiasaan. Kata “mores” yang berarti kesusilaan, dari “mos”, “mores”. Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan lain-lain; akhlak budi pekerti; dan susila. Kondisi mental yang membuat orang tetap berani; bersemangat; bergairah; berdisiplin dan sebagainya.
Moralitas yang secara leksikal dapat dipahami sebagai suatu tata aturan yang mengatur pengertian baik atau buruk perbuatan kemanusiaan, yang mana manusia dapat membedakan baik dan buruknya yang boleh dilakukan dan larangan sekalipun dapat mewujudkannya, atau suatu azas dan kaidah kesusilaan dalam hidup bermasyarakat.
Secara terminologi moralitas diartikan oleh berbagai tokoh dan aliran-aliran yang memiliki sudut pandang yang berbeda:
·         Franz Magnis Suseno menguraikan moralitas adalah keseluruhan norma-norma, nilai-nilai dan sikap seseorang atau sebuah masyarakat. Menurutnya, moralitas adalah sikap hati yang terungkap dalam perbuatan lahiriah (mengingat bahwa tindakan merupakan ungkapan sepenuhnya dari hati), moralitas terdapat apabila orang mengambil sikap yang baik karena Ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan ia mencari keuntungan. Moralitas sebagai sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih.
·         W. Poespoprodjo, moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang dengan itu kita berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk atau dengan kata lain moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia.
·         Immanuel Kant, mengatakan bahwa moralitas itu menyangkut hal baik dan buruk, yang dalam bahasa Kant, apa yang baik pada diri sendiri, yang baik pada tiap pembatasan sama sekali. Kebaikan moral adalah yang baik dari segala segi, tanpa pembatasan, jadi yang baik bukan hanya dari beberapa segi, melainkan baik begitu saja atau baik secara mutlak.
·         Emile Durkheim mengatakan, moralitas adalah suatu sistem kaidah atau norma mengenai kaidah yang menentukan tingka laku kita. Kaidah-kaidah tersebut menyatakan bagaimana kita harus bertindak pada situasi tertentu. Dan bertindak secara tepat tidak lain adalah taat secara tepat terhadap kaidah yang telah ditetapkan.
Dari pengertian tersebut, disimpulkan bahwa moralitas adalah suatu ketentuan-ketentuan kesusilaan yang mengikat perilaku sosial manusia untuk terwujudnya dinamisasi kehidupan di dunia, kaidah (norma-norma) itu ditetapkan berdasarkan konsensus kolektif, yang pada dasarnya moral diterangkan berdasarkan akal sehat yang objektif.

b.      Etika deskriptif dan etika normative
1.       Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas  yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
Etika deskriptif menurut pendapat Katt Soff bahwa etika bersangkutan dengan nilai dan ilmu pengetahuan yang membicarakan masalah baik dan buruknya tingkah laku manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Etika bersangkutan dengan pencatatan terhadap corak-corak predikat serta tanggapan-tanggapan kesusilaan yang dapat ditemukan dalam masyarakat. Sehingga ilmu ini hanya bersifat pemaparan atau penggambaran saja. Etika deskriptif dapat disimpulkan sebagai bentuk implementasi perbuatan serta perilaku yang diterapkan setiap manusia merupakan landasan pergaulan kehidupan antar manusia dalam ruang lingkup lingkungan masyarakat.

2.       Etika normatife
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini jadi etika normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat (Ruslan, 2002 : 38).
Menurut Katt Soff yang dimaksud dengan etika normatif adalah sering dipandang sebagai suatu ilmu yang mengadakan ukuran-ukuran atau norma-norma yang dapat dipakai untuk menanggapi atau menilai perbuatan dan tingkah laku seseorang dalam bermasyarakat. Etika normatif ini berusaha mencari ukuran umum bagi baik buruknya tingkah laku. Etika normatif dapat disimpulkan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku manusia yang berkaitan dengan baik buruknya perbuatan atau tingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat.

c.       Landasan etika
 Garis Besar landasan Etika:
1.       Naturalisme:
1)    Paham mini berpendapat bahwa system-sistem etika dalam kesusilaan mempunyai dasar alami, yaitu pembenaran-pembenaran hanya dapat dilakukan melalui pengkajian atas fakta dan bukan atas teori-teori yang sangat metafisis.
2)    Manusia pada kodratnya adalah baik, sehingga ia harus dihargai dan menjadi ukuran.
2.      Individualisme
1)    Emmanuel Kant, menekankan bahwa setiap orang bertanggung jawab secara individual bagi dirinya.
2)    Dampak positif dari individualisme adalah terpacunya prestasi dan kreativitas individu.
3)    Orang akan memiliki etos kerja yang kuat dan selalu ingin berbuat yang terbaik bagi dirinya.
4)    Dampak negative bahwa setiap orang akan mementingkan diri sendiri atau bersikap egosentris.
3.       Hedonisme
Titik tolaknya bahwa manusia menurut kodratnya selalu mengusahakan kenikmatan, yaitu bila kebutuhan kodrati terpenuhi, orang akan memperoleh kenikmatan sepus-puasnya.
4.       Eudaemonisme
1)    Dari bahasa Yunani, yaitu demon yang berarti roh pengawal yang baik, kemujuran atau keuntungan.
2)     Kepuasan yang sempurna tidak saja secara jasmani tetapi juga rohani.
3)    Mencita-citakan suasana batiniah yang disebut bahagia.
4)     Mengajarkan bahwa kebahagiaan merupakan kebaikan tertinggi (prima facie).
5.       Utilitarianisme
1)    Tokoh dari ajaran ini adalah Jeremy Bentham (1748-1832) dan John Stuart Mill (1806-1873).
2)    Ciri utamanya adalah pengenal kesusilaan adalah manfaat dari suatu perbuatan.
3)    Suatu perbuatan dikatakan baik jika membawa manfaat atau kegunaan, berguna artinya memberikan kita sesuatu yang baik dan tidak menghasilkan sesuatu yang buruk.
6.       Idealisme
1)    Paham ini timbul dari kesadaran akan adanya lingkungan normativitas,
2)    Bahwa terdapat kenyataan yang bersifat normative yang memberikan dorongan kepada manusia untuk berbuat.
3)    Keunggulan dari ajaran ini adalah pengakuannya tentang dualism manusia, bahwa manusia terdiri dari jasmani dan rohani.
4)    Berdasrkan aspek cipta, rasa dan karsa yang terdapat dalam batin manusia.
5)    Dapat dibagi menjadi 3:
a)    Idealisme rasionalistik
Bahwa dengan menggunakan pikiran dan akal, manusia dapat mengenal norma-norma yang menuntun perilakunya.
b)    Idealisme estetik
Bahwa dunia serta kehidupan manusia dpat dilihat dari perspektif “karya seni”.
c)    Idealisme etik
Pada intinya ingin menentukan ukuran-ukuran moral dan kesusilaan terhadap dunia dan kehidupan manusia.

d.      Antara Legitimasi sosiologis dan legitimasi etis
Weber melihat adanya tiga corak Legitimasi Sosiologis
1.      Kewenangan Tradisional
2.      Kewenangan Karismatik
3.      Kewenangan Legal Rasional yang mengambil landasan dari hukum-hukumformal dan rasional  bagi dipegangnya kekuasaan oleh seorang pemimpin.
Legitimasi etis melihat kesesuaian antara dasar-dasar kekuasaan itu dari sudut norma-norma moral. Ciri-ciri Legitimasi Etis: Kerangka Legitimasi Etis mengandaikan bahwa beberapa konsepsi tentangü legitimasi kekuasaan setiap persoalan yang menyangkut manusia hendaknya diselesaikan secara etis termasuk persoalan kekuasaan. Legitimasi Etis berada di belakang setiap tatanan normatif dalamü prilaku manusia.Etika menjadi landasan dari setiap kodifikasi peraturan hukum pada suatu negara.

B. Legitimasi Kekuasaan negara menurut beberapa pemikir Unsur Pokok yang dikaitkan dengan Negara adalah
·         Penduduk atau sekelompok
·         Wilayah atau teritori yang pasti
·         Organisasi Politik atau sistem pemerintahan
·         Kedaulatan
1)      Plato
Dalam model distribusi kekuasaan antara penguasa dan yang dikuasai,plato mengandaikan bahwa para penguasa memperoleh hak memakai kekuasaan untuk mencapai kebaikan publik dari kecerdasan mereka yang luar biasa.
2)      Thomas Aquinas
Pemikir ini berusaha mendobrak keasyikan masyarakatnya dengan tempat mereka dalam kota manusia,hal-hal dunia dan pemilikan material. Keadilan yang timbul dari transaksi-transaksi. Menyangkut pangkat bahwa keadilan yang wajar terjadi bila seseorang penguasa atau pemimpin memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya berdasarkan pangkat.


Pembedaan jenis hukum:
A.     Hukum Abadi (Lex Eterna)
Kebenaran dari hukum ini ditunjang oleh kearifan Illahi yang merupakan landasan dari segala ciptaan.
B.      Hukum Kodrat (Lex Naturalis)
Disamping mengemukakan hukum-hukum religus,Aqunias juga menghubungkannya dengan hukum moral yang terdapat dalam hukum kodrat.
C.     Hukum buatan Manusia (Lex Humana)
 Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur tatanan sosial sesuai dengan nilai-nilai kebajikan dan keadilan.
D.     Niccolo Machiavelli
Satu-satunya kaidah etika politik yang dianut oleh machiavelli ialah bahwa apa yang baik adalah segala sesuatu yang mampu menunjang kekuasaan negara.
E.    Thomas Hobes
Dasar dari ajarn hobes adalah tinjauan psikologis beberapa konsepsi tentang legitimasi kekuasaan terhadap motivasi tindakan manusia.Hobes mengatakan bahwa untuk menertibkan tindakan manusia,mencegah kekacauan,dan mengatasi anarki,kita tidak mungkin mengandalkan kepada imbauan-imbauan moral.
F.    JJ.Rousseau
Berangkat dari asumsi bahwa pada dasarnya manusia itu baik.Negara dibentuk karena adanya niat baik untuk melestarikan kebebasan dan kesejahtraan individu.
Jadi, legitimasi merupakan sesuatu yang sangat penting dan diperlukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang memegang kekuasaan, dalam hal ini pemerintah. Dengan dan melalui legitimasi pemerintah dapat lebih secara cepat menciptakan stabilitas politik dan perubahan sosial, dan dengan legitimasi yang diperoleh maka pemerintah dapat pula mempergunakan alat negara guna memaksa pihak lain untuk mematuhi peraturan dan kebijakan pemerintahan, hal mana dikatakan oleh Talcott Parsons sebagai kewajiban-kewajiban yang mengikat dan sejauh untuk tujuan-tujuan kolektif. Namun demikian perlu diingat pula bahwa sebuah kekuasaan dalam perjalanannya akan mengalami krisis legitimasi apabila terjadi perubahan mendasar di dalam masyarakat, pemerintah tidak memenuhi janji-janjinya, dan juga apabila terjadinya persaingan elit politik yang tajam dan tidak sehat.


e.   Gagasan Tentang Demokrasi
Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dimana kekuasaan terletak pada mayoritas rakyat dan pelaksanaanya dilakukan melalui wakil-wakil yang terpilih. Dasar-dasar Moral:
§  Demokrasi berlandaskan pada keyakinan nilai dan martabat manusia
§  Karena sifat dan nilai manusia,demokrasi mengandung implikasi adanya konsep kebebasan manusia.

f.    Konsep,Tujuan,Model Birokrasi
Ciri-ciri Struktur Birokrasi:
·         Birokrasi melaksanakan kegiatan-kegiatan reguler yang dibutuhkan untuk
·         mencapai tujuan-tujuan organisasi,didistribusikan melalui cara tertentu,dan dianggap sebagai tugas-tugas resmi
·         Pengorganisasian kantor mengikuti prinsip hierarkis,yaitu bahwa unit yang lebih rendah dalam sebuah kantor berada di bawah pengawasan dan pembina unit yang lebih tinggi
·         Pelaksanaan tugas diatur oleh suatu sistem peraturan-peraturan abstrak yang konsisten dan mencakup juga penerapan aturan-aturan itu dalam kasus-kasus tertentu
·         Pejabat yang ideal melaksanakan tugas-tugasnya dengan semangat(formal dan tidak bersifat pribadi), tanpa perasaan dendam dan nafsu dan karena itu tanpa perasaan suka dan tidak suka
·         Pekerjan dalam organisasi birokratis berdasarkan pada kualifikasi teknis dan dilindungi dari pemecatan oleh sepihak
·         Pengalaman menunjukan bahwa tipe organisasi administratif yang murni berciri birokratis dilihat dari sudut teknis akan mampu mencapai tingkat efisiensi yang tertinggi

g.    Inefisiensi Organisasi
Konsep Birokrasi dipandang sebagai antitesis dari vitalitas administratif dan kreatifitas manajerial.
Gejala-gejala yang diamati dalam birokrasi:
·         kepercayaan yang berlebihan kepada persyaratan-persyaratan administratif (Presedence)
·         Kurangnya inisiatif,kelambanan dalam berbagai urusan,
·         Banyaknya formalitas dan formulir serta duplikasi pekerjaan

h.   Filsafat Normatif Bagi administrator
Para Pejabat berfungsi sebagai administrator yang harus mengabdi kepada kepentingan umum,bukan sebaliknya.Oleh karena itu,disamping harus memenuhi persyaratan-persyaratan teknis seperti intelegenisa,kemampuan mengambil keputusan(decission making),wawasan ke depan,atau kemahiran manajemen,mereka harus mempunyai landasan normatif yang terkandung dalam nilai-nilai moral.
Berbagai teori Filosofis yang sering dijadikan landasan,baik yang berasal dari hukum abadi(naturalisme),Teori Utilitarian,Teori Deontologis,Individualisme maupun teori kebebasan pribadi,ternyata tidak selalu memuaskan untuk memecahkan semua persoalan.
Nilai normatif yang juga wajib dianut oleh para administrator berkenan dengan konsep keadilan.
Beberapa Pedoman yang bisa diikuti untuk dapat berlaku dan bertindak secara adil menurut beberapa rumusan atau pendapat filsuf :
·         Dorongan batin yang tetap untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya
·         Tidak sewenang-wenang dan tidak membeda-bedakan orang

Sumber:
http://belajarkomunikasilagi.blogspot.com/2012/11/etika-deskriptif-dan-normatif.html

Jumat, 31 Mei 2013

Artikel Perbandingan Administrasi Negara Indonesia dan Malaisya

1.      PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Berikut ini definisi administrasi negara menurut beberapa pakar :
·        Gerald Caiden (1982):
Adminisrasi negara melingkupi segala kegiatan yang  berhubungan dengan penyelenggaraan urusan publik atau kebutuhan publik. Ruang lingkup administrasi  adalah bagaimana orang mengorganisir diri mereka sebagai publik secara kolektif dan dengan tugas dan kewajiban masing-masing memecahkan masalah publik untuk mencapai tujuan bersama.