a.
Pengertian moral dan moralitas
1. Moral secara etimologi diartikan: a)
Keseluruhan kaidah-kaidah kesusilaan dan kebiasaan yang berlaku pada kelompok
tertentu, b) Ajaran kesusilaan, dengan kata lain ajaran tentang azas dan kaidah
kesusilaan yang dipelajari secara sistimatika dalam etika. Dalam bahasa Yunani
disebut “etos” menjadi istilah yang berarti norma, aturan-aturan yang
menyangkut persoalan baik dan buruk dalam hubungannya dengan tindakan manusia
itu sendiri, unsur kepribadian dan motif, maksud dan watak manusia. kemudian
“etika” yang berarti kesusilaan yang memantulkan bagaimana sebenarnya tindakan
hidup dalam masyarakat, apa yang baik dan yang buruk.
2. Moralitas berasal dari kata dasar
“moral” berasal dari kata “mos” yang berarti kebiasaan. Kata “mores” yang
berarti kesusilaan, dari “mos”, “mores”. Moral adalah ajaran tentang baik buruk
yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan lain-lain; akhlak
budi pekerti; dan susila. Kondisi mental yang membuat orang tetap berani;
bersemangat; bergairah; berdisiplin dan sebagainya.
Moralitas
yang secara leksikal dapat dipahami sebagai suatu tata aturan yang mengatur
pengertian baik atau buruk perbuatan kemanusiaan, yang mana manusia dapat
membedakan baik dan buruknya yang boleh dilakukan dan larangan sekalipun dapat
mewujudkannya, atau suatu azas dan kaidah kesusilaan dalam hidup bermasyarakat.
Secara
terminologi moralitas diartikan oleh berbagai tokoh dan aliran-aliran yang
memiliki sudut pandang yang berbeda:
·
Franz
Magnis Suseno menguraikan moralitas adalah keseluruhan norma-norma, nilai-nilai
dan sikap seseorang atau sebuah masyarakat. Menurutnya, moralitas adalah sikap
hati yang terungkap dalam perbuatan lahiriah (mengingat bahwa tindakan
merupakan ungkapan sepenuhnya dari hati), moralitas terdapat apabila orang
mengambil sikap yang baik karena Ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya
dan bukan ia mencari keuntungan. Moralitas sebagai sikap dan perbuatan baik
yang betul-betul tanpa pamrih.
·
W.
Poespoprodjo, moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang dengan itu
kita berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk atau dengan
kata lain moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan
manusia.
·
Immanuel
Kant, mengatakan bahwa moralitas itu menyangkut hal baik dan buruk, yang dalam
bahasa Kant, apa yang baik pada diri sendiri, yang baik pada tiap pembatasan
sama sekali. Kebaikan moral adalah yang baik dari segala segi, tanpa
pembatasan, jadi yang baik bukan hanya dari beberapa segi, melainkan baik
begitu saja atau baik secara mutlak.
·
Emile Durkheim mengatakan, moralitas adalah suatu
sistem kaidah atau norma mengenai kaidah yang menentukan tingka laku kita.
Kaidah-kaidah tersebut menyatakan bagaimana kita harus bertindak pada situasi
tertentu. Dan bertindak secara tepat tidak lain adalah taat secara tepat
terhadap kaidah yang telah ditetapkan.
Dari
pengertian tersebut, disimpulkan bahwa moralitas adalah suatu
ketentuan-ketentuan kesusilaan yang mengikat perilaku sosial manusia untuk
terwujudnya dinamisasi kehidupan di dunia, kaidah (norma-norma) itu ditetapkan
berdasarkan konsensus kolektif, yang pada dasarnya moral
diterangkan berdasarkan akal sehat yang objektif.
b.
Etika deskriptif dan etika normative
1. Etika
Deskriptif
Etika
yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia
serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang
bernilai. Artinya etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa
adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang
terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat
disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai
dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan
manusia dapat bertindak secara etis.
Etika
deskriptif menurut pendapat Katt Soff bahwa etika bersangkutan dengan nilai dan
ilmu pengetahuan yang membicarakan masalah baik dan buruknya tingkah laku
manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Etika bersangkutan dengan pencatatan
terhadap corak-corak predikat serta tanggapan-tanggapan kesusilaan yang dapat
ditemukan dalam masyarakat. Sehingga ilmu ini hanya bersifat pemaparan atau
penggambaran saja. Etika deskriptif dapat disimpulkan sebagai bentuk
implementasi perbuatan serta perilaku yang diterapkan setiap manusia merupakan
landasan pergaulan kehidupan antar manusia dalam ruang lingkup lingkungan
masyarakat.
2.
Etika
normatife
Etika
yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki
oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa
yang bernilai dalam hidup ini jadi etika normatif merupakan norma-norma yang
dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal
yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di
masyarakat (Ruslan, 2002 : 38).
Menurut
Katt Soff yang dimaksud dengan etika normatif adalah sering dipandang sebagai
suatu ilmu yang mengadakan ukuran-ukuran atau norma-norma yang dapat dipakai
untuk menanggapi atau menilai perbuatan dan tingkah laku seseorang dalam
bermasyarakat. Etika normatif ini berusaha mencari ukuran umum bagi baik
buruknya tingkah laku. Etika normatif dapat disimpulkan sebagai ilmu yang
mempelajari perilaku manusia yang berkaitan dengan baik buruknya perbuatan atau
tingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat.
c. Landasan
etika
Garis Besar landasan Etika:
1.
Naturalisme:
1) Paham mini berpendapat bahwa system-sistem etika
dalam kesusilaan mempunyai dasar alami, yaitu pembenaran-pembenaran hanya dapat
dilakukan melalui pengkajian atas fakta dan bukan atas teori-teori yang sangat
metafisis.
2) Manusia pada kodratnya adalah baik, sehingga ia
harus dihargai dan menjadi ukuran.
2. Individualisme
1) Emmanuel Kant, menekankan bahwa setiap orang
bertanggung jawab secara individual bagi dirinya.
2) Dampak positif dari individualisme adalah
terpacunya prestasi dan kreativitas individu.
3) Orang akan memiliki etos kerja yang kuat dan selalu
ingin berbuat yang terbaik bagi dirinya.
4) Dampak negative bahwa setiap orang akan
mementingkan diri sendiri atau bersikap egosentris.
3.
Hedonisme
Titik
tolaknya bahwa manusia menurut kodratnya selalu mengusahakan kenikmatan, yaitu
bila kebutuhan kodrati terpenuhi, orang akan memperoleh kenikmatan
sepus-puasnya.
4.
Eudaemonisme
1) Dari bahasa Yunani, yaitu demon yang berarti roh
pengawal yang baik, kemujuran atau keuntungan.
2) Kepuasan yang sempurna tidak saja secara jasmani
tetapi juga rohani.
3) Mencita-citakan suasana batiniah yang disebut
bahagia.
4) Mengajarkan bahwa kebahagiaan merupakan kebaikan
tertinggi (prima facie).
5.
Utilitarianisme
1) Tokoh dari ajaran ini adalah Jeremy Bentham
(1748-1832) dan John Stuart Mill (1806-1873).
2) Ciri utamanya adalah pengenal kesusilaan adalah
manfaat dari suatu perbuatan.
3) Suatu perbuatan dikatakan baik jika membawa manfaat
atau kegunaan, berguna artinya memberikan kita sesuatu yang baik dan tidak
menghasilkan sesuatu yang buruk.
6.
Idealisme
1) Paham ini timbul dari kesadaran akan adanya
lingkungan normativitas,
2) Bahwa terdapat kenyataan yang bersifat normative
yang memberikan dorongan kepada manusia untuk berbuat.
3) Keunggulan dari ajaran ini adalah pengakuannya
tentang dualism manusia, bahwa manusia terdiri dari jasmani dan rohani.
4) Berdasrkan aspek cipta, rasa dan karsa yang
terdapat dalam batin manusia.
5) Dapat dibagi menjadi 3:
a) Idealisme rasionalistik
Bahwa dengan menggunakan pikiran dan akal, manusia
dapat mengenal norma-norma yang menuntun perilakunya.
b) Idealisme estetik
Bahwa dunia serta kehidupan manusia dpat dilihat
dari perspektif “karya seni”.
c) Idealisme etik
Pada intinya ingin menentukan ukuran-ukuran moral
dan kesusilaan terhadap dunia dan kehidupan manusia.
d. Antara
Legitimasi sosiologis dan legitimasi etis
Weber
melihat adanya tiga corak Legitimasi Sosiologis
1. Kewenangan Tradisional
2. Kewenangan Karismatik
3. Kewenangan Legal Rasional yang
mengambil landasan dari hukum-hukumformal dan rasional bagi dipegangnya
kekuasaan oleh seorang pemimpin.
Legitimasi
etis melihat kesesuaian antara dasar-dasar kekuasaan itu dari sudut norma-norma
moral. Ciri-ciri Legitimasi Etis: Kerangka Legitimasi Etis mengandaikan bahwa
beberapa konsepsi tentangü
legitimasi kekuasaan setiap persoalan yang menyangkut manusia hendaknya
diselesaikan secara etis termasuk persoalan kekuasaan. Legitimasi Etis berada
di belakang setiap tatanan normatif dalamü prilaku manusia.Etika menjadi landasan dari
setiap kodifikasi peraturan hukum pada suatu negara.
B. Legitimasi Kekuasaan negara menurut beberapa pemikir Unsur Pokok yang dikaitkan dengan Negara adalah
·
Penduduk
atau sekelompok
·
Wilayah
atau teritori yang pasti
·
Organisasi
Politik atau sistem pemerintahan
·
Kedaulatan
1)
Plato
Dalam
model distribusi kekuasaan antara penguasa dan yang dikuasai,plato mengandaikan
bahwa para penguasa memperoleh hak memakai kekuasaan untuk mencapai kebaikan
publik dari kecerdasan mereka yang luar biasa.
2)
Thomas
Aquinas
Pemikir
ini berusaha mendobrak keasyikan masyarakatnya dengan tempat mereka dalam kota
manusia,hal-hal dunia dan pemilikan material. Keadilan yang timbul dari
transaksi-transaksi. Menyangkut pangkat bahwa keadilan yang wajar terjadi bila
seseorang penguasa atau pemimpin memberikan kepada setiap orang apa yang
menjadi haknya berdasarkan pangkat.
Pembedaan
jenis hukum:
A. Hukum Abadi (Lex Eterna)
Kebenaran dari hukum ini
ditunjang oleh kearifan Illahi yang merupakan landasan dari segala ciptaan.
B. Hukum Kodrat (Lex Naturalis)
Disamping mengemukakan
hukum-hukum religus,Aqunias juga menghubungkannya dengan hukum moral yang
terdapat dalam hukum kodrat.
C. Hukum buatan Manusia (Lex
Humana)
Hukum ini dimaksudkan untuk
mengatur tatanan sosial sesuai dengan nilai-nilai kebajikan dan keadilan.
D. Niccolo Machiavelli
Satu-satunya kaidah etika
politik yang dianut oleh machiavelli ialah bahwa apa yang baik adalah segala
sesuatu yang mampu menunjang kekuasaan negara.
E. Thomas Hobes
Dasar dari ajarn hobes adalah
tinjauan psikologis beberapa konsepsi tentang legitimasi kekuasaan terhadap
motivasi tindakan manusia.Hobes mengatakan bahwa untuk menertibkan tindakan
manusia,mencegah kekacauan,dan mengatasi anarki,kita tidak mungkin mengandalkan
kepada imbauan-imbauan moral.
F. JJ.Rousseau
Berangkat dari asumsi bahwa pada dasarnya manusia
itu baik.Negara dibentuk karena adanya niat baik untuk melestarikan kebebasan
dan kesejahtraan individu.
Jadi,
legitimasi merupakan sesuatu yang sangat penting dan diperlukan oleh seseorang
atau sekelompok orang yang memegang kekuasaan, dalam hal ini pemerintah. Dengan
dan melalui legitimasi pemerintah dapat lebih secara cepat menciptakan
stabilitas politik dan perubahan sosial, dan dengan legitimasi yang diperoleh
maka pemerintah dapat pula mempergunakan alat negara guna memaksa pihak lain
untuk mematuhi peraturan dan kebijakan pemerintahan, hal mana dikatakan oleh
Talcott Parsons sebagai kewajiban-kewajiban yang mengikat dan sejauh untuk
tujuan-tujuan kolektif. Namun demikian perlu diingat pula bahwa sebuah
kekuasaan dalam perjalanannya akan mengalami krisis legitimasi apabila terjadi
perubahan mendasar di dalam masyarakat, pemerintah tidak memenuhi
janji-janjinya, dan juga apabila terjadinya persaingan elit politik yang tajam
dan tidak sehat.
e. Gagasan
Tentang Demokrasi
Demokrasi
adalah suatu sistem pemerintahan dimana kekuasaan terletak pada mayoritas
rakyat dan pelaksanaanya dilakukan melalui wakil-wakil yang terpilih.
Dasar-dasar Moral:
§
Demokrasi
berlandaskan pada keyakinan nilai dan martabat manusia
§
Karena
sifat dan nilai manusia,demokrasi mengandung implikasi adanya konsep kebebasan
manusia.
f.
Konsep,Tujuan,Model Birokrasi
Ciri-ciri Struktur Birokrasi:
·
Birokrasi
melaksanakan kegiatan-kegiatan reguler yang dibutuhkan untuk
·
mencapai
tujuan-tujuan organisasi,didistribusikan melalui cara tertentu,dan dianggap
sebagai tugas-tugas resmi
·
Pengorganisasian
kantor mengikuti prinsip hierarkis,yaitu bahwa unit yang lebih rendah dalam
sebuah kantor berada di bawah pengawasan dan pembina unit yang lebih tinggi
·
Pelaksanaan
tugas diatur oleh suatu sistem peraturan-peraturan abstrak yang konsisten dan
mencakup juga penerapan aturan-aturan itu dalam kasus-kasus tertentu
·
Pejabat
yang ideal melaksanakan tugas-tugasnya dengan semangat(formal dan tidak
bersifat pribadi), tanpa perasaan dendam dan nafsu dan karena itu tanpa
perasaan suka dan tidak suka
·
Pekerjan
dalam organisasi birokratis berdasarkan pada kualifikasi teknis dan dilindungi
dari pemecatan oleh sepihak
·
Pengalaman
menunjukan bahwa tipe organisasi administratif yang murni berciri birokratis
dilihat dari sudut teknis akan mampu mencapai tingkat efisiensi yang tertinggi
g.
Inefisiensi Organisasi
Konsep Birokrasi dipandang
sebagai antitesis dari vitalitas administratif dan kreatifitas manajerial.
Gejala-gejala yang diamati
dalam birokrasi:
·
kepercayaan
yang berlebihan kepada persyaratan-persyaratan administratif (Presedence)
·
Kurangnya
inisiatif,kelambanan dalam berbagai urusan,
·
Banyaknya
formalitas dan formulir serta duplikasi pekerjaan
h.
Filsafat Normatif Bagi
administrator
Para
Pejabat berfungsi sebagai administrator yang harus mengabdi kepada kepentingan
umum,bukan sebaliknya.Oleh karena itu,disamping harus memenuhi
persyaratan-persyaratan teknis seperti intelegenisa,kemampuan mengambil
keputusan(decission making),wawasan ke depan,atau kemahiran manajemen,mereka
harus mempunyai landasan normatif yang terkandung dalam nilai-nilai moral.
Berbagai
teori Filosofis yang sering dijadikan landasan,baik yang berasal dari hukum
abadi(naturalisme),Teori Utilitarian,Teori Deontologis,Individualisme maupun
teori kebebasan pribadi,ternyata tidak selalu memuaskan untuk memecahkan semua
persoalan.
Nilai normatif yang juga wajib dianut oleh para administrator berkenan dengan konsep keadilan.
Beberapa Pedoman yang bisa diikuti untuk dapat berlaku dan bertindak secara adil menurut beberapa rumusan atau pendapat filsuf :
Nilai normatif yang juga wajib dianut oleh para administrator berkenan dengan konsep keadilan.
Beberapa Pedoman yang bisa diikuti untuk dapat berlaku dan bertindak secara adil menurut beberapa rumusan atau pendapat filsuf :
·
Dorongan
batin yang tetap untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya
·
Tidak
sewenang-wenang dan tidak membeda-bedakan orang
Sumber:
http://belajarkomunikasilagi.blogspot.com/2012/11/etika-deskriptif-dan-normatif.html